JAKARTA, SULSELPASTI.COM — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Rudianto Lallo menilai majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara layak menerapkan restorative justice (keadilan restoratif) untuk guru honorer SD Negeri 04 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani.
Diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Andoolo telah melimpahkan berkas perkara guru honorer SD Negeri 04 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani ke PN Andoolo untuk disidangkan. PN Andoolo juga menjadwalkan rencana sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan atas nama Supriyani pada Kamis (24/10/2024).
“Ketika berkas perkara atas nama Ibu Supriyani sudah sampai di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo dan akan dilakukan pemeriksaan di tingkat pengadilan, maka di sinilah menurut saya konsep restorative justice atau keadilan restoratif bisa diluruskan dan diterapkan oleh majelis hakim PN Andoolo yang menangani dan mengadili perkara Ibu Supriyani,” tegas Rudi, sapaan akrab Rudianto Lallo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Rudi yang juga berlatarbelakang advokat menjelaskan, ketika suatu perkara sudah dilimpahkan dan disidangkan di pengadilan, maka ujungnya tentu saja ada putusan akhir majelis hakim. Alasannya, setiap perkara yang telah masuk ke pengadilan pasti telah melalui proses pro justitia, yang dimulai dari proses di polisi dan proses di Kejaksaan.
“Karena muaranya kasus Ibu Supriyani itu di pengadilan, maka di sinilah paling tepat langkah restorative justice diterapkan oleh majelis hakim PN Andoolo untuk Ibu Supriyani. Penerapan restorative justice oleh hakim atau pengadilan sudah ada dasar hukumnya yaitu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. PERMA ini menjadi acuan,” ujarnya.
Mantan ketua DPRD Kota Makassar ini membeberkan, secara normatif memang restorative justice bisa diterapkan di antaranya jika korban memaafkan pelaku tindak pidana serta korban dan pelaku berdamai. Untuk konteks kasus Supriyani, hakim PN Andoolo seyogianya arif dan bijaksana dalam mendorong penyelesaian perkara Supriyani lewat restorative justice, berupa semaksimal mungkin agar korban (murid dan keluarganya) bisa memaafkan Supriyani dan adanya perdamaian antara kedua belah pihak.
“Hal tersebut juga sudah menjadi syarat penerapan restorative justice oleh hakim atau pengadilan yang ada di Pasal 6 PERMA Nomor 1 Tahun 2024. Tetapi yang pasti kasus Ibu Supriyani ini, sekali lagi, memang benar-benar layak untuk restorative justice, karena ini kasus dugaan penganiayaan ringan antara guru dan murid. Dan, mungkin saja mens rea-nya itu tidak ada niat guru membuat luka dan sebagainya, niat guru hanya mau membimbing dan membina siswanya,” ungkap Rudi.
Bagi Rudi, Supriyani sebagai guru dan muridnya yang diduga sebagai korban hakikatnya seperti hubungan ibu dan anaknya. Supriyani sebagai guru tentu menegur muridnya sebagai bentuk pendidikan dan pembinaan, yang jika ada kontak fisik tentu bukan untuk tujuan membuat luka atau penganiayaan. Karena itu Rudi menekankan, sebenarnya kasus Supriyani tidak perlu ditangani di ranah pidana, apalagi sampai Supriyani sempat ditahan sebelumnya. Rudi mengapresiasi dan bersyukur bahwa penahanan terhadap Supriyani telah ditangguhkan oleh PN Andoolo dan Kejari Andoolo berdasarkan Surat Penetapan PN Andoolo Nomor : 110/Pen.Pid.Sus-Han/2024/PN.Ad tertanggal 22 Oktober 2024.
“Menurut saya, kasus-kasus seperti ini negara tidak perlu terlibat lah terlalu jauh. Apalagi sampai ditahan itu saya kira tidak masuk akal. Kita bersyukur sudah ditangguhkan penahanannya Ibu Supriyani,” tandas Rudi. (*)
Comment